Industri pangan menghasilkan beragam produk makanan yang umumnya terdiri dari dua macam, yaitu pangan nabati dan pangan hewani. Semua jenis bahan yang dapat digunakan sebagai bahan makanan dan bersifat aman, mempunyai palatabilitas, serta menyehatkan bagi manusia, termasuk sebagai bahan pangan.
Beberapa contoh pangan nabati adalah beras, ubi kayu, ubi jalar, sayuran, jagung, kedelai, kacang tanah, buah-buahan, minyak goreng, dan gula putih. Sedangkan contoh pangan hewani adalah daging sapi dan kerbau, daging ayam, telur, susu, dan ikan. Sebagai salah satu sektor andalan dalam menopang pertumbuhan manufaktur dan ekonomi nasional, industri pangan saat ini menghadapi beberapa tantangan. Berikut informasinya!
1. Pandemi Covid-19
Seluruh dunia pada awal tahun 2020 dihadapkan pada kondisi darurat pandemi Covid-19. Indonesia menjadi salah satu dari 215 negara yang terkena dampak pandemi Covid-19. Sebagai kebutuhan dasar manusia untuk mempertahankan hidup, kondisi ketahanan pangan di masa pandemi Covid-19 menjadi hal yang serius untuk diperhatikan sebab berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Faktanya, sebelum pandemi Covid-19, kondisi ketahanan pangan Indonesia sudah bermasalah dalam hal ketersediaan pangan, keterjangkauan pangan, dan harga pangan. Pandemi Covid-19 membawa dampak besar karena sangat berdampak pada indikator ketahanan pangan tersebut.
Guna mempertahankan ketahanan pangan Indonesia pasca Covid-19, berbagai langkah perlu dilakukan. Dari sisi pemerintah, diperlukan kebijakan untuk mendukung kesiapan para petani, salah satunya menjaga kelancaran distribusi bahan pangan. Perlu adanya jaminan kelancaran distribusi bahan pangan ke seluruh daerah, termasuk pemetaan ulang stok komoditas di tiap daerah daerah.
2. Daya beli oleh masyarakat menengah ke bawah
Daya beli oleh masyarakat menengah ke bawah yang masih rendah juga menjadi salah satu tantangan dalam industri pangan. Pemerataan pangan yang sampai sekarang masih menjadi permasalahan menyebabkan banyak orang kekenyangan, sementara yang lainnya kelaparan. Untuk mengatasi isu pemerataan pangan, skema integrasi rantai nilai pangan dari hulu ke hilir dapat diterapkan, misalnya dengan peningkatan pendampingan dan kapasitas offtake melalui model kerja sama yang beriringan dengan petani, peternak, dan nelayan.
3. Kelangkaan bahan baku
Akhir-akhir ini, prediksi kelangkaan bahan pangan menjadi semakin nyata. Kelangkaan bahan baku merupakan situasi yang terjadi secara global akibat banyak faktor, seperti perubahan iklim dan dampak dari pandemi Covid-19. Saat terjadi kelangkaan bahan baku, maka sejumlah bahan pokok akan mengalami kenaikan harga dan langka di pasaran. Harga bahan pokok yang tinggi tentu sangat membebani masyarakat, terlebih sejak terdampak pandemi Covid-19, masyarakat masih harus terus berjuang agar ekonomi domestik dapat bergerak.
4. Nilai gizi yang terkandung
Nilai gizi yang terkandung juga menjadi salah satu tantangan dalam industri pangan. Selain mengatasi isu ketersediaan pangan seperti kelangkaan bahan pokok pangan, memastikan kecukupan nilai gizi yang terkandung dalam pangan juga penting.
Laporan gizi global pada 2018 menyebutkan bahwa Indonesia termasuk salah satu negara yang memiliki tiga masalah utama gizi sekaligus, yaitu wasting (kurus), stunting (pendek), dan overweight (obesitas). Berbagai permasalahan ini dapat diminimalisir jika pangan di Indonesia memiliki nilai gizi yang dibutuhkan untuk perkembangan tubuh manusia yang sehat.
Untuk mengatasi isu ini, pemerintah menerapkan fortifikasi pada sejumlah pangan di Indonesia. Fortifikasi pangan adalah pengayaan zat gizi mikro pada bahan makanan komersial seperti garam, tepung terigu, dan minyak goreng sawit guna percepatan perbaikan gizi anak Indonesia. Fortifikasi pangan juga merupakan salah satu upaya intervensi pemenuhan zat gizi mikro masyarakat yang terbukti cost-effective. Pasalnya, fortifikasi dilaksanakan lewat bahan-bahan pangan yang dikonsumsi penduduk secara luas, terutama penduduk yang tidak mampu.
5. Masalah sabotase
Sabotase merupakan sebuah tindakan perusakan yang dilakukan secara terencana, disengaja, dan tersembunyi. Dalam industri pangan, sabotase juga menjadi salah satu masalah yang sangat mengkhawatirkan. Misalnya seperti adanya oknum di lapangan yang melakukan manipulasi kualitas beras Bulog dengan cara memasukkan beras medium ke dalam kemasan bermerek premium. Tindakan sabotase ini hanya menguntungkan oknum mafia pangan dan merugikan masyarakat.
Mafia pangan merupakan salah satu masalah distribusi pangan di Indonesia karena eksistensinya telah terstruktur dalam waktu cukup lama dan bekerja dengan cara sistematis. Untuk membantu memutus lingkaran mafia pangan, penerapan sistem kerja yang efisien adalah kuncinya. Dengan begitu, seluruh proses produksi dan distribusi dalam industri pangan tercatat dengan baik ke sistem perusahaan, sehingga tiap tahapannya lebih transparan.
Flow operasional yang efektif, efisien, dan dapat dikontrol dapat menjadi solusi dari berbagai tantangan di industri pangan. Walau cukup menantang, hal tersebut sangat mungkin diwujudkan dengan bantuan layanan Business Process Management dari Trier Consulting.Dengan sistem yang terstruktur, Anda bisa lebih mudah melakukan monitoring dan evaluasi performa perusahaan. Bisnis yang berjalan sesuai standar pun juga mampu beroperasi tanpa harus terus-menerus melibatkan pemilik usaha secara langsung di dalamnya. Karenanya, klik di sini untuk memulai konsultasi seputar manajemen bisnis yang lebih efisien bagi bisnis industri pangan!