Industri perbankan

Industri perbankan

Industri perbankan dalam dunia digital merupakan aspek yang sangat potensial di masa depan. Berbagai macam transaksi dituntut agar lebih cepat dan praktis melalui pemanfaatan media digital. Banyak sekali sektor yang mendongkrak perkembangan transaksi perbankan digital, termasuk sektor bisnis dan pajak. 

Selain pengaruh kebutuhan sektor, potensi peningkatan digitalisasi industri perbankan juga sejalan dengan prediksi laporan transaksi ekonomi digital Indonesia pada 2025. Nilai transaksi pada tahun tersebut diperkirakan akan meningkat secara berkala hingga ratusan miliar Dolar. Namun, untuk mewujudkan nilai yang optimal itu, masih banyak tantangan dan pertimbangan yang perlu diperhatikan secara lebih mendalam. 

Bagaimana tantangan industri perbankan saat ini?

Selain berorientasi pada kesuksesan, para stakeholders perlu mengetahui beberapa tantangan yang mungkin akan menghambat optimasi nilai transaksi. Tantangan yang mungkin muncul bisa bersifat short-term (jangka pendek) dan long-term (jangka panjang)

Tantangan jangka pendek yang perlu diperhatikan adalah cepatnya laju dari pergerakan harga pasar. Laju perubahan harga pasar ini perlu dicermati untuk menentukan peluang yang akan muncul. Secara internal, pihak perbankan juga perlu mempertimbangkan potensi munculnya NPL atau non-performing loan. Jika permasalahan ini tidak dapat diatasi, maka akan menghambat kas yang seharusnya masuk dan berpengaruh pada tingkat likuiditas bank. Hal ini akan membuat pihak bank kesulitan untuk menjalankan kewajiban jangka pendeknya.

Nah, apabila tantangan jangka pendek saja tidak bisa teratasi, bagaimana dengan tantangan jangka panjangnya? Dalam industri perbankan, biasanya tantangan jangka panjang muncul lewat aspek struktural. Oleh karena itu, fasilitas digital yang mencakup infrastruktur TIK perlu dikembangkan untuk meningkatkan keamanan, sehingga dapat terhindar dari risiko cyber crime. 

Bagaimana pengaruh pandemi Covid-19 terhadap industri ini?

Pada periode awal kuartal pandemi Covid-19, banyak sektor yang mengalami kerugian. Berita negatif muncul di mana-mana. Hal ini juga terjadi pada industri perbankan. Banyak bank yang mengalami kenaikan NPL pada pertengahan 2020. Kenaikan NPL tersebut mencapai angka 3%.  Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah berupaya mengatasi hal tersebut dengan kebijakan restrukturisasi kredit. Namun, tak juga membuahkan hasil yang signifikan.

Di sisi lain, kebutuhan sektor perbankan dalam digitalisasi meningkat pesat sejak pandemi Covid-19.  Bahkan Direktur Eksekutif OJK, Heru Kristiyana, menyebutkan bahwa dampak pandemi membantu realisasi peningkatan perbankan digital. Beliau menambahkan bahwa nilai transaksi dari tahun 2020 hingga 2021 melonjak sebesar 41,53%. 

Apa solusi yang bisa dilakukan?

Tantangan yang dihadapi industri perbankan di era digital ini juga dikenal dengan fenomena VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity). VUCA merupakan suatu kondisi di mana keadaan berubah secara tiba-tiba dan sulit diprediksi. Fenomena VUCA sendiri bukan hal yang baru, namun semenjak pandemi Covid-19 nampaknya potensi meningkatnya VUCA di sektor perbankan akan semakin nyata. 

Maka dari itu, banyak hal yang perlu dilakukan oleh para pekerja industri ini, contohnya persiapan strategi terbarukan. Strategi terbarukan dapat dibangun dengan memperhatikan komponen yang terdampak volatilitas tertinggi. Hal ini mencakup data, kebijakan, teknologi, dan model bisnis. 

Saat ini, otoritas pihak perbankan tidak terbatas pada pelayanan uang saja, tetapi juga mencakup penyimpanan data secara menyeluruh. Selain sebagai bentuk pelayanan, penyimpanan data nasabah merupakan suatu bentuk kedisiplinan terhadap kebijakan atau regulasi. Maka dari itu, untuk memaksimalkan pelayanan, regulasi juga perlu diperketat karena penyimpanan data nasabah sangat krusial.

Aspek berikutnya berkaitan dengan teknologi. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, pandemi memang berdampak masif terhadap perbankan digital. Namun, di lain sisi masih banyak sistem bank-bank kecil yang belum bisa menyesuaikan diri. Oleh sebab itu, perlu adanya kolaborasi dari berbagai pihak dengan perbankan sesuai standar Public API. Hal ini berkaitan erat dengan model bisnis. Apabila kolaborasi tersebut berhasil dilakukan, maka nasabah dapat memilih bank dengan model bisnis yang sesuai keinginan.

Agar mampu menghadapi berbagai tantangan tersebut, perusahaan pada industri perbankan membutuhkan strategi yang tepat. Hal ini hanya bisa terjadi jika setiap pengambilan keputusan didasarkan pada data akurat, termasuk salah satunya dari laporan keuangan perusahaan. Anda dapat mewujudkan hal ini dengan menggunakan layanan CFO Service dari Trier Consulting

Tim Trier Consulting yang berpengalaman akan membantu Anda melakukan proses analisis hasil laporan keuangan, sehingga Anda bisa mengambil keputusan bisnis dengan tepat sasaran. Tak perlu menunggu lama, mulailah perubahan tersebut dengan konsultasi bersama Trier Consulting melalui WhatsApp atau email!