Pajak Pertambahan Nilai

Pajak Pertambahan Nilai

Pajak Pertambahan Nilai atau kadang disebut PPN merupakan salah satu jenis pajak yang berlaku di Indonesia. Jenis pajak yang satu ini sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Bisa dipastikan, tiap orang pasti pernah bersinggungan dengan PPN. Namun, sebenarnya, apa itu Pajak Pertambahan Nilai dan apa landasan hukumnya?

Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pajak Pertambahan Nilai merupakan jenis pajak di Indonesia yang dibebankan terhadap kegiatan konsumsi oleh Wajib Pajak (WP), baik perseorangan maupun badan. Perlu diingat, konsumsi yang dimaksud di sini hanya terbatas pada kegiatan konsumsi di dalam negeri (Daerah Pabean PPN).

Walau dibebankan kepada WP, sebenarnya PPN termasuk pajak tidak langsung. Sebab, prosedur penyetorannya tidak dilakukan langsung oleh WP. Pihak yang berkewajiban menyetorkan PPN adalah pihak pemotong atau pemungut. Mengenai pemungut PPN ini bisa Anda simak penjelasannya pada poin terakhir.

Objek PPN

Tiap pajak yang berlaku di Indonesia pasti memiliki objek. Apa itu objek pajak? Secara garis besar, objek pajak merupakan sumber pemasukan yang dapat dikenai pajak. Lalu, apa saja yang termasuk objek Pajak Pertambahan Nilai?

Menurut Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang PPN, ada beberapa kategori objek PPN, di antaranya:

  1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) di dalam Daerah Pabean
  2. Impor BKP
  3. Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) oleh PKP di dalam Daerah Pabean
  4. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
  5. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
  6. Ekspor BKP Berwujud oleh PKP
  7. Ekspor BKP Tidak Berwujud oleh PKP
  8. Ekspor JKP

Secara khusus, kegiatan berikut juga menjadi objek Pajak Pertambahan Nilai:

  1. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan pihak lain maupun digunakan sendiri.
  2. Penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh PKP, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan karena perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha serta pemerliharaan dan perolehan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van, dan kombi kecuali merupakan barang disewakan atau dagangan.

Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Lalu, berapa besaran Pajak Pertambahan Nilai? Besaran pajak yang satu ini telah diatur dalam aturan mengenai Tarif PPN. Pada tahun 2022 ini, PPN baru saja mengalami penyesuaian tarif. Tepat pada tanggal 1 April 2022, tarif PPN menjadi 11% dari yang semula hanya 10%.

Penyesuaian ini merupakan implementasi dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang disahkan oleh pemerintah pada tanggal 7 Oktober 2021 lalu. Aturan tersebut juga menyatakan bahwa tarif PPN akan kembali disesuaikan pada tahun 2024 nanti. Tarif PPN yang kini 11% akan naik menjadi 12% di tahun 2024.

Landasan hukum PPN

Landasan hukum yang mengatur PPN adalah Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Sebelumnya, PPN diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Peraturan tersebut kemudian mengalami amandemen dan aturan PPN berubah menyesuaikan Undang-undang (UU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Siapa itu pemungut PPN?

Seperti yang telah disebutkan, PPN merupakan pajak tak langsung. Itu artinya, konsumen yang membeli barang atau menggunakan jasa tidak memiliki kewajiban untuk menyetorkan pajak. Pihak yang berkewajiban menyetor adalah pemungut PPN.

Dalam hal ini, yang dimaksud dengan pemungut PPN adalah pengusaha yang menjual barang atau menawarkan jasa. Namun, perlu diingat, tidak semua pengusaha adalah pemungut PPN. Hanya PKP atau Pengusaha Kena Pajak yang bisa menjadi pemungut PPN.

Mekanisme PPN di Indonesia

Secara garis besar, mekanisme pemungutan PPN adalah sebagai berikut:

  1. PKP menambahkan PPN pada BKP atau JKP yang nantinya ditawarkan kepada WP.
  2. Perlu diingat, PPN merupakan jenis pajak yang dibayar di muka. Artinya, PKP membayarkan PPN sebelum melakukan kegiatan produksi.
  3. Apabila kemudian terdapat perbedaan yang menunjukkan pajak keluaran yang diterima PKP lebih besar dari masukan, maka harus diserahkan. Namun, jika sebaliknya, sisa kelebihan bisa dimasukkan ke dalam kompensasi pajak selanjutnya.

Agar penyetoran Pajak Pertambahan Nilai untuk produk yang Anda jual sesuai dengan aturan pemerintah, Trier Consulting menawarkan layanan Tax Compliance. Lewat layanan ini, Trier Consulting menyediakan layanan konsultasi serta perencanaan pajak yang cermat dan efisien, Untuk informasi lebih lanjut, silakan klik di sini!